Kamis, 12 Juli 2012

TAREKAT


TAREKAT NI’MATULLAHI
        Tarekat Kelahiran Persia
            Tarekat Ni’matulah adalah suata mazhab sufi Persia yang segera setelah berdirinya dan mulai bermulai berjaya pada abad ke-8 atau 14 mengalihkan loyaliasnya kepada syi’i Islam. Ni’matullahi pertama kali berdiri menanamkan akarnya di suatu wilayah di sebelah tenggara Persia,dimana terekat ini terus berjaya hingga pada zaman berkuasanya Syah Abbas. Selama dua abad berikutnya,terekat ini hanya dapat bertahan hidup apda cabang aliran Deccani yang mulai berdiri pada abad ke-9 Hatau 15.M.Diperkenalkan kembali ke Persia dengan kekuatan yang cukup besar pada permulaan abad ke 13-H. atau ke akhir aabad ke-18 M,Ni’matullahi menjadi tarekat sufi besar di negeri itu, dan tetap bertahan hingga masa-masa belakangan ini.
            Menerut Javad Nurbakhsy,Tarakat Ni’matullah adalah salah satu terekat sufi terkenal,mempunyai banyak pengikut di Amerika Serikat,Eropa,dan kususnya di Persia ( Iran ) sekarang ini. Tarekat ini ini di dirikan oleh Syah Ni’mat Allah Wali,seorang Syaikh  terkemuka dalam Tarekat Ma’rufiyah, yang dikenal dengan induk Tarekat ( umm al-salasil ).Sebab,hampir semua tarekat dalam tasawuf dirintis oleh Ma’ruf Karkhi,yang namanya digunakan  sebagai nama terekat tersebut,Namun,mesti diingat bahwa hamapir semua sufi memandang Ali bin Abi Thalib,menamtu Nabi S.A.W.sebagai maestro atau Syaikh pertama di jalan Spiritual.
             Syah Ni’mat Allah al- Din Bin Abd Allah  Wali ,yang menjadi eponim tarekat ini ( kadang- kadang juga di juluki dengan nama tambahan Kirmani Khusunya di kalangan narasumber di India ) dilahirkan  di Aleppo ( suriah pen.),sekitar 730 / 1329-1330 atau 731/1330-1331 pada 14  Rabi’al Awwal.Ayahnya adalah seorang Sayyid,salah seorang Syaikh sufi  agung pada zamanya,mengaku sebagai  turunan Ismail bin Ja’far ( yang ikut menyebabkan beberapa orang iman Nazari dari garis  keturutnan Qasim Syahi,bersikaf loyal kepada Tarekat  Ni’matullahi). Ibunya berasal dari garis ketrunya suku bangsa Syabankaza,raja Fars, di Persia bagian selatan dituturkan bahwa saat masih kanak-kanak, Syaikh Ni’mat Allah sudah hafal Al-Qur’an dan sangat mampu memahami kebenaran- kebenaran spiritual serta mengungkapkan makna-makna mistis.Selama masa remajanya,beliau telah tercatat belajar di Shiraz dengan para teolog antara lsin,Sayyid Jalil al-Din Khawarizmi dan abd al-  Din al- Iji ( m 756/ 1355 ).
            Sekalipun pada masa mudanya mempelajari teosofi  ( hikmatiilahi ) dan teolog skolastik ( kalam ),Syah Ni’mat Allah merasa tidak puas karena tiada menjumpai pengalaman dalam diri orang-orang yang menggeluti kedua, disiplin ilmu ini,Oleh karena itu, dia mulai mencari orang Syaikh paripurna dan seorang pembimbing tercerahkan. Nimat Allah berjumpa banyak guru spiritual  besar pada  zamannya,sehingga pada akhirnya  menemukan gurunya sendiri dalam diri Syaikh Abd Allah al-Yafi’i di mata Ni’mat Allah sebagai wali terkemuka du muka bumi,di anugrahi bukan hanya kesempurnaan esoteris,melainkan juga kemampuan luar biasa dalam menguasai ilmu eksoteris hingga akhirnya dipandang sebagai salah seorang Faqih dan sejarawan terbesar pada zamanya.
             Syah Ni’mat Allah  mengabdi kepad Syaikh  al- Yafi’I selama tujuh tahun.Berkat kehadiran dan barakah dari Syaikh al- Yafi’i.Syah Ni’mat Allah mencapai kedudukan seorang syaikh  setelah mendapatkan seorang pengikut. Setelah   meninggalkan  Syaikh al-Yafi’i, Syah Ni’mat Allah melakuakan perjalana periode  keduanaya ke sejumlah Negara.Kali ini,dia tampil sebagai  quthub spiritual pada zamanya,memuaskan dahaga spiritual dengan nafasnya menuntun tangan para pencari,dan menyembuhkan duka para pecinta Allah.Dalam perjalanan kedua ini, Syah Ni’mat Allah pertama  kali berangkat menuju mesir kemudian ke- Transoxiana,tempat  dia menetap di Syahrisabz dekat Saamarkand. Dalam perjalanan inilah terjadi pertemuan antara Syah Ni’mat Allah dan Timur Lenk. Timur Lenk,seperti Jenis Khan,adalag seorang penaklukan biadab yang menindas Persia selama masa kekuasaannya sejak 771-809 H./ 1335-1405M. Timur Lenk tidak mau memuliakan dan menghormati Syah Ni’mat Allah. Oleh karena itu, agar tidak menemui kesulitan, Syah Ni’mat Allah memutuskan untuk meninggalkan Syahrisabz dan berangkat menuju Heart.
            Selama tinggal di mesir, Syah Ni’mat Allah menghabiskan waktunya untuk beruzlah di gua Gunung Mukkattam yang sudahsering kali di gunakan untuk tujuan yang sama oleh  sang petapa suci. Bektashi Kayghusuz Abdal. Dia kemudian melakukan perjalanan melalui Syria dan Irak menuju Ajarbaijan, di Ardabil ia menemukan leluhur  orang-orang Safawids,menemui Syaikh Sadr al- Din dan mungkin juga Kasim al- Anawar ( meskipun yang tersebut belakang ini mungkin masih baru menginjak dewasa ).
            Di Transoxiana-lah    Ni’mat Allah pertama kali memperkenalkan dirinya sebagai seorang mursyid dab guru tarekat baru. Kondidisinya di sana kiranya telah menguntungkan,karena orang-orang Turki di daerah itu,yang menunggu islamisasi,merupakan suatu kelompok besar calon pengikut yang potensial,di mana para sufi Syaikh lainya sudah menuai manfaat dari kondisi tersebut. Besar sekali kebesaran  Ni’mat Allah dalam mendirikan Khanaqah di beberapa lokasi,dan lebih penting laagi dalam merekrut banyak sekali lagi orang orang nomand di Syahrisabaz. Keberhasilan ini telah menimbulkan kecurigaan para penguasa di Samarkand  ( Samarkand sering di sebut Timur,pen.) dan menyebabkan Ni’mat Allah di usir dari dari Transoxiana. T erdapat keterangan yang berbeda mengenai sebab dan alasan dia menyingkir beberapa dari laporan berpendapat bahwa alasannya adalah kecemburaan Amir Kulal ( m 772/1370 ),tokoh spiritual Baha’al Din Naqsabandi. Tidak disebut dalam sumber-sumber tentang Amir Kulal atau adanya bentrok dengan   Ni’mat Allah
yang dapat dikemukankan dalam kata- kata yang menyenangkan dan bersemangat dengan kemenangan sebaliknya, ditiadakanya ( nama ) Ni’mat Allah dengan sengaja dan mencolok oleh Naqsyabandi Abd al-Rahman Jami dari Tulisannya yang berjudul Nafahat al- Uns mungkin memang mencerminkan sikap tidak suka terhadap tokoh pendiri Ni’matullahi itu.
            Dari Transoxiana,  Ni’mat Allah pergi mula- mula menuju ke Tus dan kemudian ke Heart,sampai disana sekitar, tahun 774/1372-1373. Di Herat  Syah Ni’mat Allah   menikah dengan cucu Mir Husain Harawi ( m 720 H/ 1329 M.),Seorang penyair terkenal,yang pertanyaan-pertanyaanya menyebabkan Mahmud Syabistari mengubah dan menyusun Gulsyani Raz pernikahan ini melahirkan seorang putra biologis sekaligus spiritual,Burhan al-Din Khalli Allah ( lahir 885H/1373.M.),yang menggantikan Syah Ni’mat Allah sebagai Kuthb ( kutub ) dalam tarekat ini.
            Dari Herat,  Syah Ni’mat Allah melakukan penjelmaan menuju Masyahad singgah di Yazd dan Taft,kemudian menetap di Kubana. Dari sana dia pergi ke Kirmani,kemudian ke kota di dekatnya, Mahan,tempat dia menetap hampir 25  tahun terakihr hidupnya,terkadang tinggal di Kirman dan terkadang di Mahan. Selama Syah Ni’mat Allah tingal di Mahan,ketenaranya  menyebar hampir di seluruh Kawasan Persia dan India,dan orang- orang yang rindu ingin berjumpa denganya berziarah kesana. Namun,Ahmad Syah Bahmani,raja Deccan,meminta  Syah Ni’mat Allah mengirim cucu laki-lakinya Syah Nur Allah,yang dengan demikian memberikan pijakan bagi kepindahan Tarekat Ni’matullahi ke Deccan di India dan eksodus Syah Khalil Allah ke sana. Masa terakhir dalam hidupnya  Ni’mat Allah adalah masa yang paling  penuh dengan keberhasilan. Selain para pengikutnya di Kirman ,dia juga punya beberapa ribu orang pengikut yang setia di Shiraz,yang dikatakan telah memasukan puisinya dalam golongan sufi. Syah Da’i Shirazi,teolog Mir Sayyid Syarif Jurjani dan penyair besar Bushaki At’ima ( sebaliknya,seorang penyair yang agak  belakangan,Hafiz,dikabarkan telah mengutuk  Syah Ni’mat Allah karena pengakuanya atas kebesarannya dalam hal spiritual,dalam puisi yang di mulai dengan kalimat : “ Mungkin mereka yang mengubah bumi ini dengan tatapannya,mata mereka juga melihat sepintas kepada kita”
            Syah Ni’mat Allah hidu hampir selama seratus tahun. Pada 23 Rajab 732 H.( 21 April 1332 M.),dia “ menggalkan Khirqahnya” di Kirman.Jasadnya di usung pleh para pejabat pemerintahan,hamba sahaya,kaum darwisy,dan kaum bangsawan,bahu membahu ke Manhan,dan di kakamkan disekitar madrasah dan Khanaqahyang pernah dia bangun di sana.
            Lalu katakana, inilah seorang “ Syah yang pergi “
            Terbebas dari dunia ini,
            Yang saat mendengar seruan “ kembalilhah “ dari
            Yang Maha benar ( al-Haqq ),
             Memasrahkan jiwanya,dengan hati yang hidup
            Dalam cinta,dan pergi.

            Abd al-Raziq Kirmani dalam Tadzkirahnya,menulis dan melikiskan betapa keagungan  dan kemuliaan pribadi seorang  Syah Ni’mat Allah dalam hidupnya:
Kepemimpinan  Syah Ni’mat Allah sangat menonjol di antara orang-orang besar pada zamanya dalam bidangnya keagamaan dan sangat luar biasa di kalangan  ahli perjuanagan spiritual ( mujahadah  ) pada zamanya. Tidak ada keangkuhan dan kelemahan dalam sifat sifat  tercela. Dia selalu sopan dan beradab,dan tidak pernah meninggalkan,secara lahiriah maupun bathinyah,sikap dan prilaku yang benar dalam memenuhi syarat-syarat di jalan spiritual Muhammad. Dia memilih kata-kata tanpa keraguan sedikitpun,berbicara dengan penuh bobot,tetap ajek,tidak pernah mengerasakan suara atau menggunakankan kata-kata tidak pantas. Moralitas atau akhlaknya yang sempurna membuatnya memandang semua manusia sebagai makhluk yang pantas dan layak diperlakukan dengan niat baik.

Syah Ni’mat Allah,selain membimbing banyak murid juga menghabiskan waktu luangnya dengan bertani,dan menganjurkan pula pada para pengikutnya. Dia menjadikan pekerjaan bertani ini sebagai  contoh bagi murid-muridnya dan menampakkan  dengan terang terangan kepada pengikutnya bahwa bentuk kezuhudan yang paling bagus untuk mensucikan hati dan membersihkan diri adalah bekhidmat kepada masyarakat dan berbuat baik kepada sesama manusia.
Sahabatku Ingatlah Allah dan sebutlah nama-Nya selalu jika engkau sanggup,bekerjalah dalam “ pekerjaan”mu.
Dengan berkat ilahi,tradisi berbuat baik kepada sesama manusia akan berkhidmat kepada masyarakat ini melahirkan keadaan “ kelapangan “ ( basth ) yang mengalahkan “ kesempitan” ( gabdah ) dalam hati kaum sufi Ni’matullahi.Melalui tindakan-tindakannya sendiri Syah Ni’mat Allah menunjukan bahwa menarik diri dari dunia dalam bermalas malasan hanya akan melahirkan sikap apatis,lesu dan depresi,dan bahwa aktivitas sosial serta pergaulan dengan manusia dengan khidmat  kepada mereka dengan niat demi ( keridhaan ) Allah    melahirkan kepuasan serta kelapangan  jiwa dan pikiran. Mengikuti teladanya, kaum sufi Ni’[matullahi tidak menjalankan Khalwat dan uzlah sebagai cara hidup tidak ada lagi sikap apatis,lesu.dan depresi,di gantikan kegembiraan dan kebahagian yang bersemayan dalam hati.
Berbagai “ inovasi” lain Syah Ni’mat Allah  adalah larangannya mengenakan pakaian khusus sufi. Dia berpandangan bahwa urusan-urusan batin dan spiritual harus terbebas dari pamer dan kepura puraan,karena tidak berwarna akan lebih dekat kepada Allah dar pada hitam atau putih menurut kata-kata sufi :
Sahabat –sahabat sang raja tidaklah berwarna htam putih
Berhiaskan jubah sifat-sifat Ilah,mereka melampui jaket topi.


Syah Ni’mat Allah bersikeras mengikuti para pendahulunya dengan tidak memisahkan tarekat dari syariat,karena dia berkeyakinan bahwa hakikat hanya dapat dicapai dengan memadukan keduanya.mengutip ucpan-ucapannya sendiri.
Syariat adalah ilmu tentang teori agama,semetra tarekat adalah pengamalanya.
Dan jika engkau menggabungkan teori dan praktik dengan tulus,semata-mata  karena  Allah,itulah hakikat.

Namun salah satu langkah penting yang diambil Syah Ni’mat Allah adalah dia
Tidak memandang tasawufnya hanya sebatas untuk kelompok manusia tertentu. Bertolak belakang dengan syaikh sufi pada zamanya,yang menerima hanya sebagaian pencari Allah  dan menolak sebagian lainya sebagai tidak layak dan belum pantas dia membuka pintu bagi semua orang yang menempuh jalan spiritual,dengan mengajari melalui jalan  cinta ( mahabbah ) mereka  yang dilihatnya memiliki keimanan akan mazhab kesatuan. Syah Ni’mat Allah  memandang semua manusia adalah sama,layak,dan membutuhkan jalan sufi. Dia mengatakan,” mereka yang di tolak    oleh para wali akan kuterima dan sesuai dengan kemampuan mereka,aku akan menyempurnakan diri mereka.” Mengelu elukan segenap gagasan ini, dalam syair,Ridha Quli Khan Hidayat mengubah demikan:
Mengimani ilmu Allah,pasak seluruh wali, Syah Ni’mat Allah pun menegaskan:
“Murid siapapun  menjalankan kesempurnaan tertinggi yang telah dicampakan
Oleh syaikh lainya.
Bebaskan dia dari umpan dan jerat dunia dan kirimakan kepadaku.
Sekalipun di tolak yang lain,aku akan menerimanya dalam kefakiran
Suci di hadapan Allah  dan membuatnya mabuk kepayang.

Sesudah berusia enam puluh tahun, Syah Ni’mat Allah mulai mengubah syair,
Konon,Syair  Ni’mat Allah menunjukan kefasihan ekspresi dan ketegasan makna yang sama dengan ceramahnya.


            Jika kesatuan esensi Allah mengejawantahkan diri,
            Bak seorang arif,aku akan menyatakan secara terbuka
            Dan jika citra-citra kemajemukan muncul dalam imajinasi
            Aku akan mengingatkanya dan tak  mau mengatakan dua.

            Namun kebesaran dan ketenaran  Syah Ni’mat Allah sama sekali bukan terletak dalam syair yang di gubahnya. Sesungguhnya,”Syah “ yang satu ini bukanlah seorang penyair  alih- alih dia adalah seorang arif  dan seorang sufi yang membungkus Hakikat ( haqiqah ) dalam jubah bait syair. Puisi-puisi Syah Ni’mat Allah memiliki kandungan gnostik murni dan merupakan ungkapan –ungkapan seorang yang menghabiskan umurnya dalam derita cinta ilahi. Laksana seorang pecinta yang putus asa dan bergairah,dia berdiri di hapan kekasihnya dalam keadaan terpesona penuh puja-puji.
            Duhai  kita adalah Tawanan
            Dalam belenggu hawa nafsu liar,
            Menderita, tersiksa
            Belenggu –belenggu di pergelangan  kaki kita
            Kita adalah orang-orang merana ( les miserable )
            Di sahara cinta
 Sangat mahir dalam bidang
Kerusuhan dan revolusi
Kadang- kadang kita adalah guntur bergemuruh
Kadang- kadang kita adalah ledakan petir
Kadang- kadang kita adalah awan
            Kadang- kadang kita adalah lautan
            Kadang- kadang kita seperti tanah
            Hina dan rendah
            Kadang- kadang kita seperti langit
            Tinggi dan transeden

            Bentuk syair utama yang di gunakan Syah Ni’mat Allah dalam menuangkan inspirasinya adalah lirik atau ghazal. Syair- syair yang di gubahnya dalam ragam bait lainya,seprti qashidah  ( ode) tarji –band ( syair berbait tertentu ),matsnawi ( sajak berirama ),dan ruba’i ( sajak empat baris ) tidaklah penting jika dibandingkan dengan syair lirik atau ghazalnya. Sekalipun syair-syair  Syah Ni’mat Allah  mungkin terlihat diulang ulang,jika direnungkan lebih dalam lagi akan tampak bahwa dia sesungguhnya sedang mengungkapkan  sebuah realitas tunggal sambil mengalami berbagai keadaan spiritual yang berbeda. Inilah satu hakikat yang diekpresikan dalam berbagai bentuk,dihiasi dan disampikan melalui visi intuitif kepada para pecinta  sesaui dengan kemampuan mereka masing-masing. Syair yang digubahnya menyeyandungkan pujian tentang kehidupan ia adalah nada  seruling wujud,melodi musik Allah
            Gelombong,lautan,dan buih
            Semuanya adalah satu
            Semuanya adalah satu,tak ada selainya,
            Entah kurang,entah lebih 

Dalam kebanyakan syairnya, Syah Ni’mat Allah berbicara,dengan cara tertentu,tentang kesatuan atau identitas dari “ yang melihat” ( Nazhir ) dengan “yang dilihat”  ( manzhur ) atau “ saksi” ( syahid ) dengan “yang disaksikan” ( masyhud ) atau “ pencari ( thalib ) dengan yang di cari ( mathlub ). Seiring dia nercerita panjang lebar  tentang pecinta ,kekasih,dan cinta. Namun makna metafora metafora ini berkisar diseputar satu gagasan tunggal kesatuan wujud transenden ( wahdah al-Wujud )
Menurut keyakinan kami,pecinta dan yang dicinta adalah satu
Bagi kami,apa itu keinginan?
Yang mengingikan dan yang di inginkan adalah satu.Mereka memberi tahuku
“carilah dia dalam esensi-Nya”
Namun,bagaiamana aku harus mencari?
Yang mencari dan yang di cari adalah satu 

            Gagasan- gagasan tentang keadaan  wujud transeden yang dikemukakan  Syah Ni’mat Allah dalam bentuk bait-bait puisi Diwanya,juga diungkapkan dalam masalah-masalahnya yang berbentuk prosa.berbagai subjek lain yang dibhas masalah-maslah ini berkaitan dengan aspek-aspek lebih pratis dari jalanan spiritual dan doktirn-doktrin esoteris dalam tasawuf.Dari sekian banyak maslah  Syah Ni’mat Allah,hingga kini sudah 130 masalah disampan di sunting dan diterbitkan dalam empat jilid  oleh Khanigahi Ni’matullahi Publication di Teheran.
            Syah Ni’mat Allah  memang banyak menulis,beratus ratus risalah (treatises) dianggap sebagai hasil tulisannya,bahkan dirasa ada yang terlalu dibesar-besarkan dan kesalahanggapan karya orang lain sering dianggap sebagai  karya dia, mengingat bahwa sekali risalah ( treatiteses ) merupakan catatan Yang sangat atau komunikasi singkat akan tetapi banyaknya karya sastra  Syah Ni’mat Allah tetap saja berkesan.karya tulisnya meliputi antara lain tulisan esai tentang penafsiran dan penjelasan al-Qur’an dan tulisan tentang para syaikh yang hidup terlebih dahulu dan yang lebih penting lagi risalah yang menjelaskan tema-tema penting dalam sufisme Ibn Arabi,  khusunya Wahdat al- Wujud. Syah Ni’mat Allah juga mengarang suatu ulusan tentang fusush al-Hikam hasil karya  Ibn Arabi,dengan menyatakan bahwa dia telah dikaruniai daya pemahaman yang sempurna terhadap buku ini dengan bisikan semacam wahyu dari Nabi, persis ketika pengarang itu telah menerima bukunya sendiri dari sumber yang tak salah.
            Adapun silsilah  spiritual Tarekat Ni’matullahi dari Ali Hingga  Syah Ni’mat Allah, adalah sebagai berikut:
1.Ali bin Abi Thalib ( w.41H/ 661 )
2.Hasan al-Bashri ( 21-110 H./ 642-728 M.)
3. Habib al- Ajami ( w 119.H./737 M)
4. Dawud al –Tha’I ( w.165 H.781M )
5.Ma’ruf al- Karkhi ( w.200 H./ 815-16 )
6. Sari al- Saqathi ( w.253 H/ 867 M )
7.Abu al- Qasim Al-Junaidi ( w.298H.910 M )
8.Abu Ali Raudbari ( w.322 H / 934 M.)
9.Abu Ali al-Katib ( w.sesudah 340H/ 951 M.)
10.Abu Utsman al-Maghrib ( w.373 H. 984 M.)
11.Abu  al-Qasim al Jurjani ( w.469 H./ 1076 M.)
12.Abu Bakar al –Nassaj Al- Thusi ( w. 487H./ 1094 M.)
13.Ahmad al-Ghazali ( w.520 H / 1126M)
14.Abu Fadhal al Baghdadi (w. 550 H/ 1155M)
15.Abu al- Barakat (w.570H./1147M)
16.Abu al –Su’ud al Andalusi ( w.579H./1183 M.)
17.Abu Madyan ( w. 590H/1194M.)
18.Abu al-Futuh al-Sa’idi
19.Najam al-Din Kamal al-Khufi
20.Abu Bakar  Shahih al-Barbari
21.Abd Allaha al-Yafi’I ( w.768H/ 1367M )
22. Syah Ni’mat Allah Wali ( 731-834-H/  1331-1431M.)
23.Syah Khalli Allah ( 775-860H/ 1373-1455M)
24.Syah Habib al-Din Muhibb Allah (w.914H/1508M.)
25.Syah Kamal al-Din I 
26.Syah Khalil Allah II (W.952H/ 1508M.)
27.Syah Syam al-Din Muhammad I
28 Syah Habib al-Din Muhabb Allah II
29.Mir Syam Syam al-Din Muhammad II
30.Mir Kamal al-Din Athiyyat Allah II
31. Mir Syam Syam al-Din Muhammad III
32.Mir Mahmud Deccani
33.Syams al- Din Deccani
34.Syaid Ridha Ali Syah Deccani
35.Sayyid Ma’shum Ali Syah Deccani ( syahid 1211H.1796M)

            Sebagaimana terlihat jelas dari paparan sebelumnya Sayyid Ma’shum Ali Syah haruslah dipandang sebagai salah seorang pembaharu  dari  tarekat Mi’matullah di Persia.Mestilah diperhatikan bahwa tasawuf telah mengalami kemunduran terus menerus di Persia bahkan sejak akhir era safawi. Invasi bangsa Afghan,berbagai ekspedisi militer yang kerap dilancarkan oleh Nadir khan dan Dinasti Zand menyebabkan masyrakat kurang  menaruh perhatian pada spiritualitas. Pada saat   Ma’shum Ali Syah,karisma  spiritualnya  dan kesipan masyrakat Persia telah melewati tahun-tahun penuh pembunuhan dan pertumpahan darah, ditambah perilakuk buruk sebagian kecil dari ulama eksoteris semuanya ini memicu  perkembagan mazhab tasawuf dan gnosis ( irfan ).Tampaknya, di mana pun Sayyid  Ma’shum Ali Syah dan para pengikutnya menginjakan kaki, masyarakat tanpa sadar cendrung pada tasawuf.  Sejak itu , Syaikh –syaikh  Tarekat Ni’matullah menetap di Persia,setelah berabad-abad di India.
            Silsilah spiritual Tarekat Ni’matullah dari Ma’shum Ali Syah hingga saat ini adalah sebagai berikut
1. Nur Ali Syah                      ( w.1212 H./1797 )
2. Husain  Ali Syah Isfahani  (w.1234H/ 1818 M)
3.Majdzub   Ali Syah             ( w.1239H/ 1823M.)
4.Mast’   Ali Syah                  ( w.1253H./ 1837 M.)
5.Rahmat Ali Syah                 ( w.1278H./ 1861M)
6.Munawwar Ali Syah            ( w.1301H/ 1883M.)
7.Wafa Ali Syah                      ( w.1336H./ 1918M )
8.Shadiq Ali Syah                    ( w.1340H/ 1922M )
9.Munis Ali Syah                     (w.1373 H/1953 M )
10.Nur Ali Syah II                   ( Javad Nurbakhsy )

            Setelah wafatnya Rahmat Ali Syah,dua orang wakilnya ( Syaikh ) Shafi Ali Syah dan Muhammad Kazhim,yang dikenal sebagai Sa’adat Ali Menolak kepemimpinan Munawwar Ali Syah,pengganti yang sah dari Rahmat Ali Syah,dan meletakkan Landasan bagi silsilah Gunabadi dan persaudaraan Shafi Ali Syahi
            Setelah wafatnya Rahmat Ali Syah  ,Shafi Tunduk kepada Munawwar Ali Syah,tetapi,setelah sekian lama,karena berbagai alasan,jalan yang mereka tempuh  akhirnya terpisah. Setelah perpecahan ini,Murid-Murid Shafi Ali Syah.seperti Zhair al-Daulah, mendirikan Masyarakat persaudaraan ( anjuman-I ukhuwwah ),yang menjadi sebuah organisasi berpengaruh dalam masyarkat Persia secara keseluruhan. Anggota –anggota awal Masyarkat Persaudarran adalah :
1. Zhahir al-Daulah ( ketua )
2. Sayyid Muhammad Khan Intizham al- Daulah
3.Salar Amjad 
4.Nizham al-Daulah
5.Yamin al-Mamalik
6.Nizaham al-Lasykar
7.Mirza Muhammad Ali Khan Murshart al –Sulthan
8.Mirza Ali Akbar Khan Surusy
9.Mir Baqir Khan Shafamanisy
10.Mirza Abd al-Wahhab Jawahiri
11.Ali Ridha Shaba.

            Sebagian besar orang ini adalah tokoh terkemuka pada zamanya dan kehadiran mereka dalam masyarkat persaudaraan berperan besar  dalam memperluas pengaruh tasawuf di kalangan bangsawan Persia.Hal peting yang perlu diperhatikan di sini adalah Shafi Ali tidak pernah menujuk penggangti  untuk dirirnya sendiri.
            Dalam spiritualitas Ni’matullahi dan disiplin  -disiplin kontemplatif, Tarekat Ni’matullahi ini menekankan persaudaraan dan kesetaraan seluruh umat Manusia, penghormatan tanpa prasangka pada semua agama di dunia ini, juga pengabdian dan cinta kepada sesama manusia  tanpa prasangka  pada semua  agama di dunia ini, juga pengabdian dan cinta kepada sesama manusia tanpa memedulikan perbedaan keyakinan,budaya,dan kebangsaan. Dalam Tarekat ini,praktik tasawuf bertujuan menciptakan karekter yang sangat etis dalam kepribadian lahiriyah ( Zhahir ),dan membimbing hati untuk menghimpun berbagai kualitas dan keutamaan manusia mencapai pemahaman dan visi tunggal dan utuh dalam jiwa bathiniah (  bathin).penyebaran tasawuf mestilah bertujuan menbidik realitas Islam agar dapat di bangkitkan sikap cinta yang mapu menyatukan para pemeluk dari berbagai agama dan keyakinan. Dengan energi tasawuf ,segala perbedaan dan perselihan sektarian dihilangkan,karena seorang sufi mengarahkan perhatiannya pada wilayah Keesaan Ilahi tauhid ),dan dari sudut pandangan ini memandang setiap orang dalam persaudaraan dan persamaan
            Disiplin-disiplin kontemplatif Ni’matullahi terdiri dari lima amalan pokok:
1). Dzikir-I khafi  ( doa batin atau doa hati )
2) fakir ( kontemplasi, refleksi )
3). Muraqabbah ( meditasi )
4) wirid ( wirid permohonan ) dan
5.)Muhasabah ( mawas diri )
Kaum sufi Ni’matullah berkumpul dua kali seminggu di pondok sufi dan melakukan ibadah-ibadah ritual ( shalat,namaz ) bersama. Acara ini kemudian diikuti  dengan majelis sufi ( majlis). Terlebih dahulu  dilakukan meditasi dalam diam kemudian dilantunkan puisi mistis karya para maetro besar dalam tradisi sufi Persia,seperti Rumi,Iraqi,Maqribi,atau Syah Ni’mat Allah,kadang-kadang dengan iringan musik. Dalam Tarekat Ni’matullahi,praktik mendengar musik ( sama0 adalah  tradisi yang sangat hidup. Sekalipun mengingat Allah atau dzikir dalam keadaan diam ( dzikir khafi ) sangat ditekankan dalam tarekat ini,beberapa kali dalam setahun dilangsungkan pertemuaan khusus para Fuqara Ni’matullahi,yang dikenal sebagai dik jusy, yang di dalamnya diamalkan zikir dengan suara keras ( dzikir-i Jali )
Kepatuhan dan keyakinan pada guru kesetiaan ( wafd ) pada tarekat ini juga termasuk prinsif-prinsif dasar. Dalam hubungan murid dengan guru, sang guru dipahami sebagai sermin yang memantulkan kembali perhatian dan pengabdian murid kepada Allah,dan bukan mengarahkanya kepada diri sendiri sang guru pribadi,yang mungkin lahirnya “ kultus personal” yang bersifat syirik
Tarekat Ni’matullahi secara khusus menekankan pengabdian ( khidmat ) dalam pondok sufi itu sendiri. Pengabdian ini dilakukan sesuai dengan kode etik ( adab) yang sudah sangat tua dan dijabarkan secara terperinci, karena menurut pepatah, “Tasawuf,seluruhnya,adalah adab”( al-tashawwuf kulluh adab ). Sikap seorang sufi dalam pengabdian ini adalah sejenis “ kesucian “ ( shafa ) altruistic sehingga dalam pergaulannya dengan orang lain. L ebih jauh,kaum sufi umumnya diajurkan untuk mendekatkan diri kepada Allah sang pencipta ( al-Khaliq ) dengan pengabdian dan  berkhidmat  kepada Mahkluk-Nya ( khalaq ) di dalam masyarakat. Sesuai dengan kaidah.” Mementingkan  diri sendiri adalah tercela,sekalipun niatnya suci dan tulus”
( khudi kufr ast agar  khud parsa’ist ),pengabdian dan pengkhidmatan kaum sufi hanya bernilai jika ada mementingkan diri sendiri semua bentuk spiritualitas, dari sudut pandangan monoisme kaum sufi Ni’matullahi,menyakiti seseorang sama artinya dengan menyakiti Sang pencipta,semetara merasa dilukai oleh makhluk sama artinya dengan mempertahankan sikap politisme di hadapan Sang pencipta.
            Menerut Javad Nurbakhsy, mendahulukan cinta daripada akal adalah sebagi kunci kemajuan spiritual. Selain itu, dia juga menekankan perlunya bagi penganutnya untuk senantiasa berdzikir pada saat melakukan kegiatan produktif di dunia ini. Para penganut juga harus memiliki hubungan harmonis dengan Syaikhnya. Secara tradisional,hubungan ini, pengabdian terhadap,atau “mati” ( fana ) di dalam Syaikh, Biasanya dipandang perlu untuk  mencapai praktik sufi Ni’matullah, yaitu mati dalam ( rihda ) Allah.kemudian  “ kekal “ ( baqa) di dalam-Nya.
            Ajaran-ajaran tarekat Ni’matullahi seperti tersebut di atas masih tetap hidup sampai hari ini. Di  Persia,tarekat ini adalah terekat sufi yang paling berkembang pesat dan terus menerut menarik sejumlah besar penganut di Eropa,Kanada  dan Amerika bahkan di wilayah –wilayah tertentu di dunia Islam, seperti benua hitam Afrika.yang baru  akhir0akhir ini dapat ditembus oleh tarekat sufi yang sangat bercorak Persia ( Syi’ah ) ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar