TAREKAT NI’MATULLAHI
Tarekat Kelahiran Persia
Tarekat Ni’matulah adalah suata
mazhab sufi Persia
yang segera setelah berdirinya dan mulai bermulai berjaya pada abad ke-8 atau
14 mengalihkan loyaliasnya kepada syi’i Islam. Ni’matullahi pertama kali
berdiri menanamkan akarnya di suatu wilayah di sebelah tenggara Persia,dimana
terekat ini terus berjaya hingga pada zaman berkuasanya Syah Abbas. Selama dua
abad berikutnya,terekat ini hanya dapat bertahan hidup apda cabang aliran
Deccani yang mulai berdiri pada abad ke-9 Hatau 15.M.Diperkenalkan kembali ke
Persia dengan kekuatan yang cukup besar pada permulaan abad ke 13-H. atau ke
akhir aabad ke-18 M,Ni’matullahi menjadi tarekat sufi besar di negeri itu, dan
tetap bertahan hingga masa-masa belakangan ini.
Menerut Javad Nurbakhsy,Tarakat
Ni’matullah adalah salah satu terekat sufi terkenal,mempunyai banyak pengikut
di Amerika Serikat,Eropa,dan kususnya di Persia
( Iran
) sekarang ini. Tarekat ini ini di dirikan oleh Syah Ni’mat Allah Wali,seorang
Syaikh terkemuka dalam Tarekat
Ma’rufiyah, yang dikenal dengan induk Tarekat ( umm al-salasil
).Sebab,hampir semua tarekat dalam tasawuf dirintis oleh Ma’ruf Karkhi,yang
namanya digunakan sebagai nama terekat
tersebut,Namun,mesti diingat bahwa hamapir semua sufi memandang Ali bin Abi
Thalib,menamtu Nabi S.A.W.sebagai maestro atau Syaikh pertama di jalan
Spiritual.
Syah Ni’mat Allah al- Din Bin Abd Allah Wali ,yang menjadi eponim tarekat ini (
kadang- kadang juga di juluki dengan nama tambahan Kirmani Khusunya di kalangan
narasumber di India )
dilahirkan di Aleppo ( suriah pen.),sekitar 730 / 1329-1330
atau 731/1330-1331 pada 14 Rabi’al
Awwal.Ayahnya adalah seorang Sayyid,salah seorang Syaikh sufi agung pada zamanya,mengaku sebagai turunan Ismail bin Ja’far ( yang ikut
menyebabkan beberapa orang iman Nazari dari garis keturutnan Qasim Syahi,bersikaf loyal kepada
Tarekat Ni’matullahi). Ibunya berasal
dari garis ketrunya suku bangsa Syabankaza,raja Fars, di Persia bagian selatan
dituturkan bahwa saat masih kanak-kanak, Syaikh Ni’mat Allah sudah hafal
Al-Qur’an dan sangat mampu memahami kebenaran- kebenaran spiritual serta
mengungkapkan makna-makna mistis.Selama masa remajanya,beliau telah tercatat
belajar di Shiraz dengan para teolog antara lsin,Sayyid Jalil al-Din Khawarizmi
dan abd al- Din al- Iji ( m 756/ 1355 ).
Sekalipun pada masa mudanya
mempelajari teosofi ( hikmatiilahi ) dan
teolog skolastik ( kalam ),Syah Ni’mat Allah merasa tidak puas karena tiada
menjumpai pengalaman dalam diri orang-orang yang menggeluti kedua, disiplin
ilmu ini,Oleh karena itu, dia mulai mencari orang Syaikh paripurna dan seorang
pembimbing tercerahkan. Nimat Allah berjumpa banyak guru spiritual besar pada
zamannya,sehingga pada akhirnya
menemukan gurunya sendiri dalam diri Syaikh Abd Allah al-Yafi’i di mata
Ni’mat Allah sebagai wali terkemuka du muka bumi,di anugrahi bukan hanya
kesempurnaan esoteris,melainkan juga kemampuan luar biasa dalam menguasai ilmu
eksoteris hingga akhirnya dipandang sebagai salah seorang Faqih dan sejarawan
terbesar pada zamanya.
Syah Ni’mat Allah mengabdi kepad Syaikh al- Yafi’I selama tujuh tahun.Berkat
kehadiran dan barakah dari Syaikh al- Yafi’i.Syah Ni’mat Allah mencapai
kedudukan seorang syaikh setelah
mendapatkan seorang pengikut. Setelah
meninggalkan Syaikh al-Yafi’i,
Syah Ni’mat Allah melakuakan perjalana periode
keduanaya ke sejumlah Negara.Kali ini,dia tampil sebagai quthub spiritual pada zamanya,memuaskan
dahaga spiritual dengan nafasnya menuntun tangan para pencari,dan menyembuhkan
duka para pecinta Allah.Dalam perjalanan kedua ini, Syah Ni’mat Allah
pertama kali berangkat menuju mesir
kemudian ke- Transoxiana,tempat dia
menetap di Syahrisabz dekat Saamarkand. Dalam perjalanan inilah terjadi
pertemuan antara Syah Ni’mat Allah dan Timur Lenk. Timur Lenk,seperti Jenis
Khan,adalag seorang penaklukan biadab yang menindas Persia selama masa kekuasaannya
sejak 771-809 H./ 1335-1405M. Timur Lenk tidak mau memuliakan dan menghormati
Syah Ni’mat Allah. Oleh karena itu, agar tidak menemui kesulitan, Syah Ni’mat
Allah memutuskan untuk meninggalkan Syahrisabz dan berangkat menuju Heart.
Selama tinggal di mesir, Syah Ni’mat
Allah menghabiskan waktunya untuk beruzlah di gua Gunung Mukkattam yang
sudahsering kali di gunakan untuk tujuan yang sama oleh sang petapa suci. Bektashi Kayghusuz Abdal.
Dia kemudian melakukan perjalanan melalui Syria dan Irak menuju Ajarbaijan, di
Ardabil ia menemukan leluhur orang-orang
Safawids,menemui Syaikh Sadr al- Din dan mungkin juga Kasim al- Anawar (
meskipun yang tersebut belakang ini mungkin masih baru menginjak dewasa ).
Di Transoxiana-lah Ni’mat Allah pertama kali memperkenalkan
dirinya sebagai seorang mursyid dab guru tarekat baru. Kondidisinya di sana
kiranya telah menguntungkan,karena orang-orang Turki di daerah itu,yang
menunggu islamisasi,merupakan suatu kelompok besar calon pengikut yang
potensial,di mana para sufi Syaikh lainya sudah menuai manfaat dari kondisi
tersebut. Besar sekali kebesaran Ni’mat
Allah dalam mendirikan Khanaqah di beberapa lokasi,dan lebih penting laagi
dalam merekrut banyak sekali lagi orang orang nomand di Syahrisabaz.
Keberhasilan ini telah menimbulkan kecurigaan para penguasa di Samarkand ( Samarkand
sering di sebut Timur,pen.) dan menyebabkan Ni’mat Allah di usir dari dari
Transoxiana. T erdapat keterangan yang berbeda mengenai sebab dan alasan dia
menyingkir beberapa dari laporan berpendapat bahwa alasannya adalah kecemburaan
Amir Kulal ( m 772/1370 ),tokoh spiritual Baha’al Din Naqsabandi. Tidak disebut
dalam sumber-sumber tentang Amir Kulal atau adanya bentrok dengan Ni’mat Allah
yang dapat
dikemukankan dalam kata- kata yang menyenangkan dan bersemangat dengan
kemenangan sebaliknya, ditiadakanya ( nama ) Ni’mat Allah dengan sengaja dan
mencolok oleh Naqsyabandi Abd al-Rahman Jami dari Tulisannya yang berjudul Nafahat
al- Uns mungkin memang mencerminkan sikap tidak suka terhadap tokoh pendiri
Ni’matullahi itu.
Dari Transoxiana, Ni’mat Allah pergi mula- mula menuju ke Tus
dan kemudian ke Heart,sampai disana sekitar, tahun 774/1372-1373. Di Herat Syah Ni’mat Allah menikah dengan cucu Mir Husain Harawi ( m
720 H/ 1329 M.),Seorang penyair terkenal,yang pertanyaan-pertanyaanya
menyebabkan Mahmud Syabistari mengubah dan menyusun Gulsyani Raz pernikahan ini
melahirkan seorang putra biologis sekaligus spiritual,Burhan al-Din Khalli
Allah ( lahir 885H/1373.M.),yang menggantikan Syah Ni’mat Allah sebagai Kuthb (
kutub ) dalam tarekat ini.
Dari Herat, Syah Ni’mat Allah melakukan penjelmaan menuju
Masyahad singgah di Yazd
dan Taft,kemudian menetap di Kubana. Dari sana dia pergi ke Kirmani,kemudian ke
kota di dekatnya, Mahan,tempat dia menetap hampir 25 tahun terakihr hidupnya,terkadang tinggal di
Kirman dan terkadang di Mahan. Selama Syah Ni’mat Allah tingal di
Mahan,ketenaranya menyebar hampir di
seluruh Kawasan Persia dan India,dan
orang- orang yang rindu ingin berjumpa denganya berziarah kesana. Namun,Ahmad
Syah Bahmani,raja Deccan,meminta Syah
Ni’mat Allah mengirim cucu laki-lakinya Syah Nur Allah,yang dengan demikian memberikan
pijakan bagi kepindahan Tarekat Ni’matullahi ke Deccan di India dan eksodus
Syah Khalil Allah ke sana. Masa terakhir dalam hidupnya Ni’mat Allah adalah masa yang paling penuh dengan keberhasilan. Selain para
pengikutnya di Kirman ,dia juga punya beberapa ribu orang pengikut yang setia
di Shiraz,yang
dikatakan telah memasukan puisinya dalam golongan sufi. Syah Da’i
Shirazi,teolog Mir Sayyid Syarif Jurjani dan penyair besar Bushaki At’ima (
sebaliknya,seorang penyair yang agak
belakangan,Hafiz,dikabarkan telah mengutuk Syah Ni’mat Allah karena pengakuanya atas
kebesarannya dalam hal spiritual,dalam puisi yang di mulai dengan kalimat : “
Mungkin mereka yang mengubah bumi ini dengan tatapannya,mata mereka juga
melihat sepintas kepada kita”
Syah Ni’mat Allah hidu hampir selama
seratus tahun. Pada 23 Rajab 732 H.( 21 April 1332 M.),dia “ menggalkan
Khirqahnya” di Kirman.Jasadnya di usung pleh para pejabat pemerintahan,hamba
sahaya,kaum darwisy,dan kaum bangsawan,bahu membahu ke Manhan,dan di kakamkan disekitar
madrasah dan Khanaqahyang pernah dia bangun di sana.
Lalu
katakana, inilah seorang “ Syah yang pergi “
Terbebas
dari dunia ini,
Yang
saat mendengar seruan “ kembalilhah “ dari
Yang Maha benar ( al-Haqq ),
Memasrahkan jiwanya,dengan hati
yang hidup
Dalam
cinta,dan pergi.
Abd al-Raziq Kirmani dalam
Tadzkirahnya,menulis dan melikiskan betapa keagungan dan kemuliaan pribadi seorang Syah Ni’mat Allah dalam hidupnya:
Kepemimpinan Syah Ni’mat Allah sangat menonjol di antara
orang-orang besar pada zamanya dalam bidangnya keagamaan dan sangat luar biasa
di kalangan ahli perjuanagan spiritual (
mujahadah ) pada zamanya. Tidak ada
keangkuhan dan kelemahan dalam sifat sifat
tercela. Dia selalu sopan dan beradab,dan tidak pernah
meninggalkan,secara lahiriah maupun bathinyah,sikap dan prilaku yang benar
dalam memenuhi syarat-syarat di jalan spiritual Muhammad. Dia memilih kata-kata
tanpa keraguan sedikitpun,berbicara dengan penuh bobot,tetap ajek,tidak pernah
mengerasakan suara atau menggunakankan kata-kata tidak pantas. Moralitas atau
akhlaknya yang sempurna membuatnya memandang semua manusia sebagai makhluk yang
pantas dan layak diperlakukan dengan niat baik.
Syah
Ni’mat Allah,selain membimbing banyak murid juga menghabiskan waktu luangnya
dengan bertani,dan menganjurkan pula pada para pengikutnya. Dia menjadikan
pekerjaan bertani ini sebagai contoh
bagi murid-muridnya dan menampakkan
dengan terang terangan kepada pengikutnya bahwa bentuk kezuhudan yang
paling bagus untuk mensucikan hati dan membersihkan diri adalah bekhidmat
kepada masyarakat dan berbuat baik kepada sesama manusia.
Sahabatku
Ingatlah Allah dan sebutlah nama-Nya selalu jika engkau sanggup,bekerjalah
dalam “ pekerjaan”mu.
Dengan
berkat ilahi,tradisi berbuat baik kepada sesama manusia akan berkhidmat kepada
masyarakat ini melahirkan keadaan “ kelapangan “ ( basth ) yang mengalahkan “
kesempitan” ( gabdah ) dalam hati kaum sufi Ni’matullahi.Melalui
tindakan-tindakannya sendiri Syah Ni’mat Allah menunjukan bahwa menarik diri
dari dunia dalam bermalas malasan hanya akan melahirkan sikap apatis,lesu dan
depresi,dan bahwa aktivitas sosial serta pergaulan dengan manusia dengan
khidmat kepada mereka dengan niat demi (
keridhaan ) Allah melahirkan kepuasan
serta kelapangan jiwa dan pikiran.
Mengikuti teladanya, kaum sufi Ni’[matullahi tidak menjalankan Khalwat
dan uzlah sebagai cara hidup tidak ada lagi sikap apatis,lesu.dan
depresi,di gantikan kegembiraan dan kebahagian yang bersemayan dalam hati.
Berbagai
“ inovasi” lain Syah Ni’mat Allah adalah
larangannya mengenakan pakaian khusus sufi. Dia berpandangan bahwa
urusan-urusan batin dan spiritual harus terbebas dari pamer dan kepura
puraan,karena tidak berwarna akan lebih dekat kepada Allah dar pada hitam atau
putih menurut kata-kata sufi :
Sahabat –sahabat
sang raja tidaklah berwarna htam putih
Berhiaskan jubah
sifat-sifat Ilah,mereka melampui jaket topi.
Syah
Ni’mat Allah bersikeras mengikuti para pendahulunya dengan tidak memisahkan
tarekat dari syariat,karena dia berkeyakinan bahwa hakikat hanya dapat dicapai
dengan memadukan keduanya.mengutip ucpan-ucapannya sendiri.
Syariat adalah
ilmu tentang teori agama,semetra tarekat adalah pengamalanya.
Dan jika engkau
menggabungkan teori dan praktik dengan tulus,semata-mata karena
Allah,itulah hakikat.
Namun
salah satu langkah penting yang diambil Syah Ni’mat Allah adalah dia
Tidak memandang
tasawufnya hanya sebatas untuk kelompok manusia tertentu. Bertolak belakang
dengan syaikh sufi pada zamanya,yang menerima hanya sebagaian pencari
Allah dan menolak sebagian lainya
sebagai tidak layak dan belum pantas dia membuka pintu bagi semua orang yang
menempuh jalan spiritual,dengan mengajari melalui jalan cinta ( mahabbah ) mereka yang dilihatnya memiliki keimanan akan mazhab
kesatuan. Syah Ni’mat Allah memandang
semua manusia adalah sama,layak,dan membutuhkan jalan sufi. Dia mengatakan,”
mereka yang di tolak oleh para wali
akan kuterima dan sesuai dengan kemampuan mereka,aku akan menyempurnakan diri
mereka.” Mengelu elukan segenap gagasan ini, dalam syair,Ridha Quli Khan
Hidayat mengubah demikan:
Mengimani ilmu
Allah,pasak seluruh wali, Syah Ni’mat Allah pun menegaskan:
“Murid
siapapun menjalankan kesempurnaan
tertinggi yang telah dicampakan
Oleh syaikh
lainya.
Bebaskan dia
dari umpan dan jerat dunia dan kirimakan kepadaku.
Sekalipun di
tolak yang lain,aku akan menerimanya dalam kefakiran
Suci di hadapan
Allah dan membuatnya mabuk kepayang.
Sesudah
berusia enam puluh tahun, Syah Ni’mat Allah mulai mengubah syair,
Konon,Syair Ni’mat Allah menunjukan kefasihan ekspresi
dan ketegasan makna yang sama dengan ceramahnya.
Jika
kesatuan esensi Allah mengejawantahkan diri,
Bak
seorang arif,aku akan menyatakan secara terbuka
Dan
jika citra-citra kemajemukan muncul dalam imajinasi
Aku
akan mengingatkanya dan tak mau
mengatakan dua.
Namun kebesaran dan ketenaran Syah Ni’mat Allah sama sekali bukan terletak
dalam syair yang di gubahnya. Sesungguhnya,”Syah “ yang satu ini bukanlah
seorang penyair alih- alih dia adalah
seorang arif dan seorang sufi yang
membungkus Hakikat ( haqiqah ) dalam jubah bait syair. Puisi-puisi Syah Ni’mat
Allah memiliki kandungan gnostik murni dan merupakan ungkapan –ungkapan seorang
yang menghabiskan umurnya dalam derita cinta ilahi. Laksana seorang pecinta
yang putus asa dan bergairah,dia berdiri di hapan kekasihnya dalam keadaan
terpesona penuh puja-puji.
Duhai kita adalah Tawanan
Dalam
belenggu hawa nafsu liar,
Menderita,
tersiksa
Belenggu
–belenggu di pergelangan kaki kita
Kita
adalah orang-orang merana ( les miserable )
Di
sahara cinta
Sangat mahir dalam bidang
Kerusuhan dan
revolusi
Kadang- kadang
kita adalah guntur
bergemuruh
Kadang- kadang
kita adalah ledakan petir
Kadang- kadang
kita adalah awan
Kadang-
kadang kita adalah lautan
Kadang-
kadang kita seperti tanah
Hina
dan rendah
Kadang-
kadang kita seperti langit
Tinggi
dan transeden
Bentuk syair utama yang di gunakan Syah
Ni’mat Allah dalam menuangkan inspirasinya adalah lirik atau ghazal. Syair-
syair yang di gubahnya dalam ragam bait lainya,seprti qashidah ( ode) tarji –band ( syair berbait tertentu
),matsnawi ( sajak berirama ),dan ruba’i ( sajak empat baris ) tidaklah penting
jika dibandingkan dengan syair lirik atau ghazalnya. Sekalipun syair-syair Syah Ni’mat Allah mungkin terlihat diulang ulang,jika
direnungkan lebih dalam lagi akan tampak bahwa dia sesungguhnya sedang
mengungkapkan sebuah realitas tunggal
sambil mengalami berbagai keadaan spiritual yang berbeda. Inilah satu hakikat
yang diekpresikan dalam berbagai bentuk,dihiasi dan disampikan melalui visi
intuitif kepada para pecinta sesaui
dengan kemampuan mereka masing-masing. Syair yang digubahnya menyeyandungkan
pujian tentang kehidupan ia adalah nada
seruling wujud,melodi musik Allah
Gelombong,lautan,dan
buih
Semuanya
adalah satu
Semuanya
adalah satu,tak ada selainya,
Entah
kurang,entah lebih
Dalam
kebanyakan syairnya, Syah Ni’mat Allah berbicara,dengan cara tertentu,tentang
kesatuan atau identitas dari “ yang melihat” ( Nazhir ) dengan “yang
dilihat” ( manzhur ) atau “ saksi” (
syahid ) dengan “yang disaksikan” ( masyhud ) atau “ pencari ( thalib ) dengan
yang di cari ( mathlub ). Seiring dia nercerita panjang lebar tentang pecinta ,kekasih,dan cinta. Namun
makna metafora metafora ini berkisar diseputar satu gagasan tunggal kesatuan
wujud transenden ( wahdah al-Wujud )
Menurut
keyakinan kami,pecinta dan yang dicinta adalah satu
Bagi kami,apa
itu keinginan?
Yang mengingikan
dan yang di inginkan adalah satu.Mereka memberi tahuku
“carilah dia
dalam esensi-Nya”
Namun,bagaiamana
aku harus mencari?
Yang mencari dan
yang di cari adalah satu
Gagasan- gagasan tentang
keadaan wujud transeden yang dikemukakan
Syah Ni’mat Allah dalam bentuk
bait-bait puisi Diwanya,juga diungkapkan dalam masalah-masalahnya yang
berbentuk prosa.berbagai subjek lain yang dibhas masalah-maslah ini berkaitan
dengan aspek-aspek lebih pratis dari jalanan spiritual dan doktirn-doktrin
esoteris dalam tasawuf.Dari sekian banyak maslah Syah Ni’mat Allah,hingga kini sudah 130
masalah disampan di sunting dan diterbitkan dalam empat jilid oleh Khanigahi Ni’matullahi Publication di
Teheran.
Syah Ni’mat Allah memang banyak menulis,beratus ratus risalah
(treatises) dianggap sebagai hasil tulisannya,bahkan dirasa ada yang terlalu
dibesar-besarkan dan kesalahanggapan karya orang lain sering dianggap
sebagai karya dia, mengingat bahwa sekali
risalah ( treatiteses ) merupakan catatan Yang sangat atau komunikasi singkat
akan tetapi banyaknya karya sastra Syah
Ni’mat Allah tetap saja berkesan.karya tulisnya meliputi antara lain tulisan
esai tentang penafsiran dan penjelasan al-Qur’an dan tulisan tentang para
syaikh yang hidup terlebih dahulu dan yang lebih penting lagi risalah yang
menjelaskan tema-tema penting dalam sufisme Ibn Arabi, khusunya Wahdat al- Wujud. Syah Ni’mat Allah
juga mengarang suatu ulusan tentang fusush al-Hikam hasil karya Ibn Arabi,dengan menyatakan bahwa dia telah
dikaruniai daya pemahaman yang sempurna terhadap buku ini dengan bisikan
semacam wahyu dari Nabi, persis ketika pengarang itu telah menerima bukunya
sendiri dari sumber yang tak salah.
Adapun silsilah spiritual Tarekat Ni’matullahi dari Ali
Hingga Syah Ni’mat Allah, adalah sebagai
berikut:
1.Ali bin Abi Thalib ( w.41H/ 661
)
2.Hasan al-Bashri ( 21-110 H./
642-728 M.)
3. Habib al- Ajami ( w 119.H./737
M)
4. Dawud al –Tha’I ( w.165 H.781M
)
5.Ma’ruf al- Karkhi ( w.200 H./
815-16 )
6. Sari al- Saqathi ( w.253 H/ 867
M )
7.Abu al- Qasim Al-Junaidi (
w.298H.910 M )
8.Abu Ali Raudbari ( w.322 H /
934 M.)
9.Abu Ali al-Katib ( w.sesudah
340H/ 951 M.)
10.Abu Utsman al-Maghrib ( w.373
H. 984 M.)
11.Abu al-Qasim al Jurjani ( w.469 H./ 1076 M.)
12.Abu Bakar al –Nassaj Al- Thusi
( w. 487H./ 1094 M.)
13.Ahmad al-Ghazali ( w.520 H /
1126M)
14.Abu Fadhal al Baghdadi (w. 550
H/ 1155M)
15.Abu al- Barakat
(w.570H./1147M)
16.Abu al –Su’ud al Andalusi (
w.579H./1183 M.)
17.Abu Madyan ( w. 590H/1194M.)
18.Abu al-Futuh al-Sa’idi
19.Najam al-Din Kamal al-Khufi
20.Abu Bakar Shahih al-Barbari
21.Abd Allaha al-Yafi’I ( w.768H/
1367M )
22. Syah Ni’mat Allah Wali (
731-834-H/ 1331-1431M.)
23.Syah Khalli Allah ( 775-860H/
1373-1455M)
24.Syah Habib al-Din Muhibb Allah
(w.914H/1508M.)
25.Syah Kamal al-Din I
26.Syah Khalil Allah II (W.952H/
1508M.)
27.Syah Syam al-Din Muhammad I
28 Syah Habib al-Din Muhabb Allah
II
29.Mir Syam Syam al-Din Muhammad
II
30.Mir Kamal al-Din Athiyyat
Allah II
31. Mir Syam Syam al-Din Muhammad
III
32.Mir Mahmud Deccani
33.Syams al- Din Deccani
34.Syaid Ridha Ali Syah Deccani
35.Sayyid Ma’shum Ali Syah
Deccani ( syahid 1211H.1796M)
Sebagaimana terlihat jelas dari
paparan sebelumnya Sayyid Ma’shum Ali Syah haruslah dipandang sebagai salah
seorang pembaharu dari tarekat Mi’matullah di Persia.Mestilah diperhatikan
bahwa tasawuf telah mengalami kemunduran terus menerus di Persia bahkan sejak akhir era
safawi. Invasi bangsa Afghan,berbagai ekspedisi militer yang kerap dilancarkan
oleh Nadir khan dan Dinasti Zand menyebabkan masyrakat kurang menaruh perhatian pada spiritualitas. Pada
saat Ma’shum Ali Syah,karisma spiritualnya dan kesipan masyrakat Persia telah melewati
tahun-tahun penuh pembunuhan dan pertumpahan darah, ditambah perilakuk buruk
sebagian kecil dari ulama eksoteris semuanya ini memicu perkembagan mazhab tasawuf dan gnosis ( irfan
).Tampaknya, di mana pun Sayyid Ma’shum
Ali Syah dan para pengikutnya menginjakan kaki, masyarakat tanpa sadar cendrung
pada tasawuf. Sejak itu , Syaikh –syaikh Tarekat Ni’matullah menetap di Persia,setelah berabad-abad di India.
Silsilah spiritual Tarekat
Ni’matullah dari Ma’shum Ali Syah hingga saat ini adalah sebagai berikut
1. Nur Ali Syah (
w.1212 H./1797 )
2. Husain Ali Syah Isfahani (w.1234H/ 1818 M)
3.Majdzub Ali Syah ( w.1239H/ 1823M.)
4.Mast’ Ali Syah (
w.1253H./ 1837 M.)
5.Rahmat Ali Syah ( w.1278H./ 1861M)
6.Munawwar Ali Syah ( w.1301H/ 1883M.)
7.Wafa Ali Syah ( w.1336H./ 1918M )
8.Shadiq Ali Syah ( w.1340H/ 1922M )
9.Munis Ali Syah (w.1373 H/1953 M )
10.Nur Ali Syah II ( Javad Nurbakhsy )
Setelah wafatnya Rahmat Ali Syah,dua
orang wakilnya ( Syaikh ) Shafi Ali Syah dan Muhammad Kazhim,yang dikenal
sebagai Sa’adat Ali Menolak kepemimpinan Munawwar Ali Syah,pengganti yang sah
dari Rahmat Ali Syah,dan meletakkan Landasan bagi silsilah Gunabadi dan
persaudaraan Shafi Ali Syahi
Setelah wafatnya Rahmat Ali
Syah ,Shafi Tunduk kepada Munawwar Ali
Syah,tetapi,setelah sekian lama,karena berbagai alasan,jalan yang mereka
tempuh akhirnya terpisah. Setelah
perpecahan ini,Murid-Murid Shafi Ali Syah.seperti Zhair al-Daulah, mendirikan
Masyarakat persaudaraan ( anjuman-I ukhuwwah ),yang menjadi sebuah organisasi
berpengaruh dalam masyarkat Persia
secara keseluruhan. Anggota –anggota awal Masyarkat Persaudarran adalah :
1. Zhahir al-Daulah ( ketua )
2. Sayyid Muhammad Khan Intizham
al- Daulah
3.Salar Amjad
4.Nizham al-Daulah
5.Yamin al-Mamalik
6.Nizaham al-Lasykar
7.Mirza Muhammad Ali Khan
Murshart al –Sulthan
8.Mirza Ali Akbar Khan Surusy
9.Mir Baqir Khan Shafamanisy
10.Mirza Abd al-Wahhab Jawahiri
11.Ali Ridha Shaba.
Sebagian besar orang ini adalah
tokoh terkemuka pada zamanya dan kehadiran mereka dalam masyarkat persaudaraan
berperan besar dalam memperluas pengaruh
tasawuf di kalangan bangsawan Persia.Hal peting yang perlu diperhatikan di sini
adalah Shafi Ali tidak pernah menujuk penggangti untuk dirirnya sendiri.
Dalam spiritualitas Ni’matullahi dan
disiplin -disiplin kontemplatif, Tarekat
Ni’matullahi ini menekankan persaudaraan dan kesetaraan seluruh umat Manusia,
penghormatan tanpa prasangka pada semua agama di dunia ini, juga pengabdian dan
cinta kepada sesama manusia tanpa
prasangka pada semua agama di dunia ini, juga pengabdian dan cinta
kepada sesama manusia tanpa memedulikan perbedaan keyakinan,budaya,dan
kebangsaan. Dalam Tarekat ini,praktik tasawuf bertujuan menciptakan karekter
yang sangat etis dalam kepribadian lahiriyah ( Zhahir ),dan membimbing hati
untuk menghimpun berbagai kualitas dan keutamaan manusia mencapai pemahaman dan
visi tunggal dan utuh dalam jiwa bathiniah (
bathin).penyebaran tasawuf mestilah bertujuan menbidik realitas Islam
agar dapat di bangkitkan sikap cinta yang mapu menyatukan para pemeluk dari
berbagai agama dan keyakinan. Dengan energi tasawuf ,segala perbedaan dan
perselihan sektarian dihilangkan,karena seorang sufi mengarahkan perhatiannya
pada wilayah Keesaan Ilahi tauhid ),dan dari sudut pandangan ini memandang
setiap orang dalam persaudaraan dan persamaan
Disiplin-disiplin kontemplatif
Ni’matullahi terdiri dari lima
amalan pokok:
1). Dzikir-I
khafi ( doa batin atau doa hati )
2) fakir (
kontemplasi, refleksi )
3). Muraqabbah (
meditasi )
4) wirid ( wirid
permohonan ) dan
5.)Muhasabah (
mawas diri )
Kaum
sufi Ni’matullah berkumpul dua kali seminggu di pondok sufi dan melakukan
ibadah-ibadah ritual ( shalat,namaz ) bersama. Acara ini kemudian diikuti dengan majelis sufi ( majlis). Terlebih
dahulu dilakukan meditasi dalam diam
kemudian dilantunkan puisi mistis karya para maetro besar dalam tradisi sufi Persia,seperti
Rumi,Iraqi,Maqribi,atau Syah Ni’mat Allah,kadang-kadang dengan iringan musik.
Dalam Tarekat Ni’matullahi,praktik mendengar musik ( sama0 adalah tradisi yang sangat hidup. Sekalipun
mengingat Allah atau dzikir dalam keadaan diam ( dzikir khafi ) sangat
ditekankan dalam tarekat ini,beberapa kali dalam setahun dilangsungkan
pertemuaan khusus para Fuqara Ni’matullahi,yang dikenal sebagai dik jusy,
yang di dalamnya diamalkan zikir dengan suara keras ( dzikir-i Jali )
Kepatuhan
dan keyakinan pada guru kesetiaan ( wafd ) pada tarekat ini juga termasuk
prinsif-prinsif dasar. Dalam hubungan murid dengan guru, sang guru dipahami
sebagai sermin yang memantulkan kembali perhatian dan pengabdian murid kepada
Allah,dan bukan mengarahkanya kepada diri sendiri sang guru pribadi,yang
mungkin lahirnya “ kultus personal” yang bersifat syirik
Tarekat
Ni’matullahi secara khusus menekankan pengabdian ( khidmat ) dalam
pondok sufi itu sendiri. Pengabdian ini dilakukan sesuai dengan kode etik ( adab)
yang sudah sangat tua dan dijabarkan secara terperinci, karena menurut pepatah,
“Tasawuf,seluruhnya,adalah adab”( al-tashawwuf kulluh adab ). Sikap
seorang sufi dalam pengabdian ini adalah sejenis “ kesucian “ ( shafa )
altruistic sehingga dalam pergaulannya dengan orang lain. L ebih jauh,kaum sufi
umumnya diajurkan untuk mendekatkan diri kepada Allah sang pencipta ( al-Khaliq
) dengan pengabdian dan berkhidmat kepada Mahkluk-Nya ( khalaq ) di dalam
masyarakat. Sesuai dengan kaidah.” Mementingkan
diri sendiri adalah tercela,sekalipun niatnya suci dan tulus”
( khudi kufr
ast agar khud parsa’ist ),pengabdian
dan pengkhidmatan kaum sufi hanya bernilai jika ada mementingkan diri sendiri
semua bentuk spiritualitas, dari sudut pandangan monoisme kaum sufi
Ni’matullahi,menyakiti seseorang sama artinya dengan menyakiti Sang
pencipta,semetara merasa dilukai oleh makhluk sama artinya dengan
mempertahankan sikap politisme di hadapan Sang pencipta.
Menerut Javad Nurbakhsy,
mendahulukan cinta daripada akal adalah sebagi kunci kemajuan spiritual. Selain
itu, dia juga menekankan perlunya bagi penganutnya untuk senantiasa berdzikir
pada saat melakukan kegiatan produktif di dunia ini. Para
penganut juga harus memiliki hubungan harmonis dengan Syaikhnya. Secara
tradisional,hubungan ini, pengabdian terhadap,atau “mati” ( fana ) di dalam
Syaikh, Biasanya dipandang perlu untuk
mencapai praktik sufi Ni’matullah, yaitu mati dalam ( rihda )
Allah.kemudian “ kekal “ ( baqa) di
dalam-Nya.
Ajaran-ajaran tarekat Ni’matullahi
seperti tersebut di atas masih tetap hidup sampai hari ini. Di Persia,tarekat ini adalah terekat sufi yang
paling berkembang pesat dan terus menerut menarik sejumlah besar penganut di
Eropa,Kanada dan Amerika bahkan di
wilayah –wilayah tertentu di dunia Islam, seperti benua hitam Afrika.yang
baru akhir0akhir ini dapat ditembus oleh
tarekat sufi yang sangat bercorak Persia ( Syi’ah ) ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar